TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Fenomena kekerasan di lingkungan pendidikan masih sering ditemukan, mulai dari kekerasan fisik, verbal hingga seksual menjadi ancaman.
Untuk itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar mengundang beberapa perwakilan mahasiswa di Kota Makassar untuk berdiskusi.
Diskusi ini digelar di Lt 2 Kantor Balai Kota Makassar Jl Ahmad Yani, Selasa (9/7/2024).
Dalam pertemuan tersebut, Kepala UPTD PPA Dinas PPPA Kota Makassar Muslimin Hasbullah menyampaikan, kekerasan terhadap perempuan setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Pada tahun 2022 lalu, kasus kekerasan mencapai 1600 kasus, sementara pada tahun 2023 naik menjadi 1700 kasus.
Ia menilai, kekerasan terhadap perempuan ibarat fenomena gunung es dimana yang muncul di permukaan hanya sedikit. Sementara yang tidak terekspose jumlahnya berkali-kali lipat.
Tidak menutup kemungkinan, kekerasan yang terjadi di lingkungan kampus utamanya kekerasan seksual masih banyak yang belum terungkap.
Apalagi, faktor relasi kuasa menjadi penyebab kuat terjadinya kekerasan seksual. Ketakutan untuk melaporkan dan bersuara terpelihara karena adanya ancaman.
Hal itu disebabkan masih kurangnya keberanian dan kesiapan mental dari perempuan yang menghadapi kekerasan untuk melaporkan persoalannya.
Bahkan kalaupun dilaporkan dan pihak berkompeten seperti PPPA telah melakukan pendampingan, banyak yang terhenti di tengah jalan karena korban tidak mau melanjutkannya.
“Jadi memang yang terungkap masih sedikit karena butuh keberanian dan mental kuat untuk speak up serta melaporkan kasusnya,” ucapnya.
Yang cukup memprihatinkan, selain ibu rumah tangga, mahasiswi terbilang banyak menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya.
“Itulah salah satu alasan kenapa kami mengundang perwakilan dari sejumlah kampus untuk berkolaborasi dan berperan aktif dalam mencegah praktik-praktik kekerasan terhadap perempuan,” ujarnya.
Menyikapi kondisi yang terjadi saat ini, sesuai aturan yang dikeluarkan pemerintah pusat, setiap kampus harus membentuk satuan tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Satgas tersebut harus melibatkan mahasiswa. Namun sejauh ini, kata Mimin-sapaannya, belum semua kampus membentuk satgas. Termasuk tidak melibatkan mahasiswanya.
Karena itu, dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan verifikasi terhadap kampus yang bersangkutan.
“Tahun lalu saja tercatat belum terbentuk 30 persen,. Kalaupun sudah ada yang terbentuk, itu tidak sesuai standar. Kami akan turun ke kampus untuk rekomendasi para mahasiswa untuk masuk ke dalam satgas,” tegasnya.
Ia berharap, semua kampus membentuk satgas dengan melibatkan mahasiswa agar korban kekerasan memiliki ruang untuk bersuara dan berlindung. (*)
Sumber:https://makassar.tribunnews.com/2024/07/09/atasi-kekerasan-di-kampus-dp3a-makassar-gelar-diskusi-bersama-mahasiswa.